SEMENJAK tambang emas terdeteksi keberadaannya di Kabupaten Buru, Pelabuhan Namlea parktis berubah bagai neraka. Angka kriminalitas di pelabuhan ini terus menanjak seiring dengan praktek kejahatan berupa penyelundupan barang-barang haram terus berdatangan ke Kota Namlea.

Sebut saja narkoba, miras, merkuri dan semacamnya. Lolosnya penyelundupan barang-barang haram ini tentu berkat kerja sama yang berkualitas dari aparat keamanan.

Bekingan aparat keamanan menjadikan para penyelundup leluasa. Parahnya lagi keberadaan para pembeking justru membuat otoritas pelabuhan tidak berkutik, kecuali ada misi menggagalkan penyelundupan barang-barang haram tersebut dari apparat keamanan sendiri.

Tidak bisa dipungkiri, dalam praktek kejahatan, polisi maupun TNI kerap menjadi pembeking. Masyarakat hanya dijadikan penonton. Jika berlebihan dalam bertindak, terjadi benturan.

Pertanyaannya, temuan seperti ini apa yang harus dilakukan masyarakat. Tentu masyarakat yang merasa menjadi korban suatu tindak pidana berhak melapor kepada kepolisian setempat untuk kemudian akan dicari pelaku kejahatannya.

Baca Juga: Perlawan Tanaya dan Kajati

Sebagaimana tertuang dalam UU No 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI, ‘bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Polri selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.’

Sayangnya, lagi-lagi sebuah teori terkadang berbeda dengan praktik di lapangan. Tidak jarang ditemui adanya ‘oknum’ anggota kepolisian yang melenceng dari fungsi dan tugasnya sebagaimana tertuang dalam UU dan Tribrata sebagai nilai dasar dan pedoman moral Polri.

Polisi memakai narkoba, polisi ikut terlibat dalam sebuah komplotan penjahat kerap mewarnai dunia kriminal di negeri ini. Namun, hal itu tidak serta merta memukul rata personalitas seorang anggota kepolisian. Masih banyak juga polisi baik dan jujur. Itulah mengapa muncul sebutan ‘bad cops’ dan ‘good cops’. Terlepas dari itu semua kejahatan yang dibeking oknum polisi di Namlea membuat sesak dada.

Seperti pada 14 Januari 2021 yang lalu, oknum polisi berinisial AT, personel Kompi 3 Batalyon A Pelopor Satuan Brimob Polda Maluku nyaris berhasil selundupkan 668 Kg Merkuri.

Senyawa kimia yang disebut raksa atau dalam bahasa latin hydrangyrum itu, merupakan salah satu unsur kimia yang pada tabel produk mempunyai simbol Hg dan nomor atom 80. Beruntung langkah AT dihentikan rekannya sesama polisi. Baku tembak tak terelakan antara polisi dan polisi di Pelabuhan Namlea.

Drama penghentian langka AT dengan barang selundupannya berakhir tatkala upaya kabur yang bersangkutan digagalkan rekannya sendiri.

Timah panas anggota Polres Buru langsung mengena sasaran ban mobil milik AT, sehingga ia pun menyerah dan barang bukti Merkuri 17 karton serta tiga jerigen dengan berat 668 Kg berhasil

disita dari tangannya.

Perbuatan tidak terpuji AT bukan baru pertama kali, tetapi sering dilakukan di Pelabuhan Namlea. Namun kali ini AT menerima nasib sial, karena langkahnya dihentikan rekannya sendiri dari Satreskrim Polres Buru.

Kita berharap, peristiwa ini yang terakhir. Masyarakat dihimbau agar melaporkan ke institusi kepolisian jika melihat ada anggota polisi nakal. Semoga ! (**)